Makna Pembentukan Provinsi Baru

0
791
ilustrasi

Oleh: Hidayat Banjar

Makna dari ‘kelahiran’ sebuah provinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan baru merupakan sebuah impian, sebagaimana impian keluarga baru memiliki rumah sendiri. Di rumah sendiri, urusan keluarga dapat diatur sendiri tanpa perlu mempertimbangkan orang lain. Ayah dapat berperan sebagaimana ayah adanya, bukan sekadar ayah dalam sebutan semata. Begitu juga ibu, dapat berperan sebagaimana ibu yang membentuk kepribadian anak-anaknya. Itulah impian keluarga-keluarga baru: dapat miliki rumah sendiri.
Memiliki rumah sendiri memang beda dengan memiliki provinsi sendiri. Tetapi, tujuan dari kepemilikan tersebut, sejatinya adalah sama-sama agar para penghuni rumah atau penduduk di provinsi tersebut sejahtera lahir dan batin. Dengan mengatur rumah sendiri tak tergantung dengan mertua, umpamanya, sebuah keluarga baru akan dapat memenej keuangannya sendiri.
Dewasa ini, memiliki rumah sendiri – terutama di kota – adalah sebuah kemewahan, bahkan mungkin impian. Mengapa tidak, harga-harga yang melambung sepertinya hampir-hampir tak memungkinkan buat keluarga-keluarga baru – terutama yang berpenghasilan pas-pasan – untuk menyisihkan penghasilan (gaji)-nya agar memiliki rumah sendiri. Namun, memiliki rumah tetaplah menjadi harapan sebuah keluarga, sebagaimana pula dengan pembentukan sebuah provinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan juga adalah harapan orang-orang yang ada di wilayah itu. Sebab sejatinya pembentukan provinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan baru adalah agar orang-orang yang ada di wilayah itu lebih mandiri. Dengan demikian akan meningkatkan segala aspek dari kehidupan mereka. Impian ini bukanlah fantasi kosong belaka, sebagaimana kepemilikan rumah: ia adalah cita-cita mulia.
Jadi Tiga Provinsi
Sumut sebenarnya – jika dilihat dari jumlah tingkat II-nya dan dan Undang-undang No 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah – dapat dimekarkan jadi tiga provinsi, bahkan lebih. Lalu bagaimana dengan wacana Provinsi Asahan Labuhanbatu dan Provinsi Pantai Barat?
Inilah sebenarnya pertanyaan yang begitu menggoda. Sebab, dalam undang-undang menyatakan dua kabupaten dan satu kota saja sudah dapat membentuk provinsi. Sedangkan di Sumut, kini, sedikitnya ada 22 daerah tingkat II. Maka dari hitungan jumlah itu, sedikitnya pula di Sumut dapat dibentuk 3 provinsi. Provinsi Sumatera Tenggara, Provinsi Tapanuli, dan Provinsi Pantai Barat.
Justru itulah di Senin 26 Juli 2004 orang-orang yang berhajat membentuk Provinsi Tapanuli (Protap) mengantarkan berkas tentang usulan provinsi baru itu ke DPRD Sumut. Pertanyaan kita, kenapa hanya Protap? Tidak mungkinkah dibentuk provinsi-provinsi lain, seperti Provinsi Pantai Barat atau Provinsi Aslab (Asahan Labuhan Batu)?
Sebelum itu, wacana-wacana tentang pembentukan Protap meramaikan surat-surat kabar terbitan Medan, terutama SIB (Sinar Indonesia Baru). Tak urung nama Drs Togu Harlen Lbn Raja SE Msi menyajikan artikel yang berjudul “Pembentukan Provinsi Tapanuli Mempercepat Pembangunan” (SIB 8/7). Alasan Togu dan Pantia Pembentukan Protap, disamping potensi daerah itu akan semakin cepat memperoleh kemajuan, undang-undang pun memungkinan. Provinsi Bangka Belitung, hanya terdiri dari dua kabupaten dan satu kota saja. Sementara, untuk Provinsi Tapanuli, yang mereka rencanakan mempunyai 13 daerah tingkat II.
Selain dengan tegas menyatakan tidak setuju, ada pula yang mengingatkan agar ide pemekaran provinsi jangan berorientasi kepada kepentingan elite kekuasaan tetapi didasari keinginan dan kesejehteraan rakyat. Hal ini dikemukakan oleh Ketua Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) Pemuda Pancasila Sumatera Utara, H Donald Sidabalok, ketika itu ketua Pemuda Pancasila.
Adanya pernyataan H Donald Sidabalok yang demikian itu, maka perlu pula dipertanyakan apakah tujuan “kelompok tertentu” yang hendak membentuk Provinsi Tapanuli itu memang benar-benar berdasarkan keinginan dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat? Atau hanya untuk maksud-maksud tertentu dan kepentingan yang lain? Diberitakan juga bahwa H Donald Sidabalok mengatakan bahwa masalah baru, bisa saja muncul karena adanya keinginan untuk memekarkan provinsi dengan nama yang identik dengan sebutan salah satu etnis di Sumatera Utara, seperti Provinsi Tapanuli.
Kelompok Tertentu
Dalam hubungannya dengan kehendak dari “kelompok tertentu” untuk mendirikan Provinsi Tapanuli, rupa-rupanya H Donald Sidabalok sudah memperhitungkan ke depan adanya aspek etnis yang mungkin akan menimbulkan masalah jika dipaksakan juga oleh “kelompok tertentu” dimaksud. Memang, sudah menjadi rahasia umum bahwa masalah etnis, apalagi kalau bercampur pula dengan masalah religi (agama) mudah dan berpotensial sekali menimbulkan konflik atau pertikaian yang dapat mengakibatkan bencana. Oleh karena itu perlulah dipertanyakan apakah pembentukan Provinsi Tapanuli yang dikehendaki “kelompok tertentu” itu akan menguntungkan bagi kesejahteraan masyarakat yang akan dilibatkan ke dalamnya, atau justru mengundang kemungkinan munculnya bencana?
Sejak diberitakan adanya kehendak untuk mendirikan Provinsi Tapanuli sebagai pemekaran Provinsi Sumatera Utara, sudah muncul berbagai tanggapan bahwa kalau ditinjau dari segi ekonomis, pembentukan Provinsi Tapanuli sama sekali tidak menguntungkan bagi masyarakat yang akan tergabung di dalamnya. Kalau kenyataannya masih masih ada “pihak” yang bernafsu sekali untuk mendirikan Provinsi Tapanuli? Mungkin “pihak” dimaksudkan memang tidak mengutamakan keuntungan yang bersifat ekonomi, mungkin tujuannya hanya mendapatkan keuntungan yang bersifat “non-ekonomis”.
Ada catatan sejarah yang penting untuk diingat dan dicermati. Misalnya sejarah yang terkait dengan perbuatan Belanda di masa penjajahan, yang dengan cara tak kentara memusuhi kaum muslimin di negeri ini. Di Sumatera, Belanda dahulu mendirikan Keresidenan Pantai Barat dan sekaligus memerangi kaum Paderi yang muslim. Kemudian Belanda juga mendirikan Keresidenan Sumatera Timur dan Keresidenan Tapanuli, yang setelah merdeka menjadi Provinsi Sumatera Utara.
Sekarang, ada pula “kelompok tertentu” yang menghendaki pemekaran Provinsi Sumatera Utara dengan mendirikan provinsi baru dalam wilayahnya, yakni diberi namanya Provinsi Tapanuli.
Seakan ada analogi yang berbahaya antara sejarah masa lalu itu dengan kehendak yang memaksakan berdirinya provinsi baru itu.
Makanya kita bertanya, kenapa harus Provinsi Tapanuli saja yang diusulkan? Lalu bagaimana dengan kawan-kawan di Pantai Barat dan Aslab, tidakkah berhajat memiliki provinsi sendiri, sebagaimana impian banyak orang untuk memiliki rumah sendiri?
Untuk itu, anggota DPRD Sumut dari daerah pemilihan Labuhanbatu R Timur Panjaitan SH membuka wacana bagi pembentukan Provinsi Asahan Labuhanbatu (Aslab).
Timur Panjaitan SH mengajak masyarakat Aslab maupun Tanjungbalai untuk menyatukan persepsi membentuk Provinsi Aslab. Targetnya juga tak beda dengan yang lain: demi percepatan pembangunan sekaligus mempererat semangat kekerabatan budayanya. Katanya, ketika itu.
Provinsi Sumtim
Menurut Wakil Sekretaris F-PDIP DPRD Sumut ini, jika dilihat dari awal sejarahnya, Aslab merupakan bagian dari Provinsi Sumtim (Sumatera Timur) dan merupakan daerah pembauran berbagai macam suku (masyarakat pendatang), tapi sudah menyesuaikan diri dengan budaya Aslab.
“Jika dilihat dari segi budaya dan kekerabatannya, saya yakin masyarakat Asahan, Labuhanbatu dan Tanjungbalai akan setuju dengan pembentukan provinsi Aslab,” ujar Timur Panjaitan kepada wartawan belum lama ini, sembari mengungkapkan dengan digulirkannya rencana pembentukan Provinsi Aslab ini akan menambah semangat seluruh elemen masyarakat untuk berjuang ‘menggolkannya’ ke pemerintah pusat.
Ditambahkan Anggota Komisi II ini, dari segi peraturan dan perundang-undangan, pembentukan Provinsi Aslab sudah memenuhi syarat karena sudah didukung oleh 2 kabupaten, masing-masing Kabupaten Asahan dan Labuhanbatu serta Kota Tanjungbalai.
“Apalagi ada rencana memekarkan Kabupaten Asahan dan Kabupaten Batubara, serta Kabupaten Labuhanbatu menjadi 3 kabupaten, yakni Kabupaten Kualuh Merbau dan Kabupaten Pane, sehingga sangat memungkinkan dibentuknya Provinsi Aslab,” jelasnya.
Tetapi menurut Togu Harlen Lbn Raja, rencana Protap meliputi 13 daerah tingkat II: Kabupaten Madina, Tapsel, Kodya Padangsidempuan, Sibolga, Tapteng, Taput, Nias, Nias Selatan, Humbang Hasundutan, Tobasa, Dairi, Pakpak Bharat dan Samosir. Persoalannya, akankah warga Sibolga, Tapteng, Madina, Tapsel, dan Padangsidempuan berkenan bergabung ke Provinsi Tapanuli?
Penulis adalah, peminat masalah sosial budaya tinggal di Medan.


LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here