Oleh: Sagita Purnomo
DI bulan Juli 2019 ini setidaknya ada dua tindak kriminal jalanan yang mencoreng nama baik Kota Medan (yang memang sudah buruk citranya) di mata internasional. Beberapa wisatawan asing (asal Itali dan Prancis) menjadi korban perampokan/penjambretan saat berwisata di kota yang saat ini dipimpin duet maut Dzulmi Eldin-Akhyar Nasution. Yang lebih memalukan lagi, peristiwa penjambretan itu terjadi di siang hari di ruas jalan protokol dekat rumah dinas pejabat pula.
Peristiwa pertama menimpa 4 orang (sekeluarga) warga negara Prancis menjadi korban perampokan di Jalan Cipto, saat tengah berwisata mengendarai becak motor pada Rabu (10/7). Saat melintas di belakang Rumah Dinas Gubernur Sumatera Utara, tiba-tiba dua pria yang mengendarai sepedamotor langsung merampas barang (handphone dan kamera polaroid) milik Wisman malang tersebut. Peristiwa kedua dialami Betty Francesco, wisman asal Italia yang menjadi korban penjambretan pada Rabu (17/7) malam di Jalan Candi Biara, Medan. Pelaku terdiri dari tiga orang pria yang mengendarai dua unit sepeda motor sukses merampas satu unit smartphone dari tangan Betty. Kedua kasus tersebut saat ini telah dilaporkan dan masih dilakukan penyelidikan oleh Polresta Medan.
Perampokan terhadap wisman tersebut menjadikan Pemko Medan dan pihak kepolisian harus menanggung malu karena tidak dapat menjalankan tugas utamanya untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Bagaimana bisa lokasi jalan protokol yang sangat strategis dan patut “diprioritaskan” keamanannya justru menjadi lokasi rawan. Apalagi yang menjadi korban adalah warga negara asing, tentu sangat disesalkan. Memang kejahatan dapat menimpa siapa saja kapan saja dan di mana saja, namun semua itu harusnya dapat diantisipasi dan dicegah jika aparat keamanan sigap dan menjalankan tupoksi dengan sebaik-baiknya.
Budaya?
Sejak dahulu kala, Kota Medan memang terkenal akan aksi kejahatan jalanannya. Begal, becak hantu, maling, copet, jambret, hipnotis, rampok, merupakan kejahatan jalanan yang hampir setiap hari terjadi di kota ini. Masih tingginya angka pengangguran dan tingkat kemiskinan, kecanduan miras dan narkoba ditambah dengan lemahnya pengawasan atau tindakan antisipasi dari aparat keamanan, menjadi faktor maraknya aksi kriminalitas di Kota Medan. Mirisnya lagi, mayoritas pelaku kejahatan jalanan tersebut adalah para pemuda usia produktif yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Para pemuda yang harusnya melakukan kegiatan produktif justru menjadi pelaku kejahatan. Kondisi miris ini dengan jelas menunjukkan adanya hubungan sebab-akibat antara kecakapan para pemangku kepentingan dengan tingginya tingkat kriminalitas jalanan.
Berdasarkan data yang diliris Polrestabes Medan, menyebutkan bahwa aksi kejahatan jalanan seperti pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan dan pencurian kendaraan bermotor di Kota Medan masih marak selama tahun 2018. Untuk kasus pencurian dengan kekerasan seperti begal dan perampokan yang meresahkan masyarakat selama 2018 tercatat ada 305 kasus, pencurian kendaraan bermotor tercatat ada 1.242 kasus. Sementara kasus pencurian dengan pemberatan seperti pembobolan rumah ada sebanyak 1.171 kasus.
“Untuk itu, Polrestabes Medan ke depan tetap melakukan kegiatan keamanan dan ketertiban masyarakat serta meningkatkan penekanan kejahatan jalanan,” kata Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Dadang Hartanto (detiknews.com)
Hampir setiap hari berita tentang kejahatan jalanan, terutama begal selalu menjadi hidangan utama media masa di Medan. Semakin hari begal kian ganas dalam menjalankan aksinya, bahkan mereka tak lagi sungkan untuk melukai korban demi mendapatkan barang incarannya. Seperti peristiwa yang belum lama ini terjadi, tepatnya di dekat underpass Titi Kuning dan kawasan Jalan Asia. Aksi begal terekam kamera pengawas dan viral di media sosial. Dalam video tersebut terlihat komplotan pelaku begal dengan leluasanya mencegat kendaraan korban dan merampasnya tanpa perlawanan. Korban hanya bisa pasrah membiarkan begal membawa kabur keretanya.
Kondisi Medan yang mendukung (jalan sepi dan gelap), sikap bringas begal yang tidak sungkan melukai korban, ditambah dengan nyaris tidak adanya pengawasan dari aparat keamanan, membuat begal dapat menjalankan aksinya dengan mulus. Video aksi begal yang viral tersebut setidaknya dapat menjadi pembelajaran sekaligus peringatan untuk warga kota akan maraknya begal.
Penindakan
Maraknya kejahatan jalanan, terutama begal di Kota Medan belakangan ini langsung mendapat respon dari kepolisian setempat. Seperti yang dilakukan oleh
petugas Kepolisian Sektor (Polsek) Medan Timur yang melakukan penyamaran total menjadi emak-emak untuk memancing para komplotan begal keluar dari sarangnya. Dengan menyamar sebagai emak-emak berdaster dan menggunakan kerudung yang berkeliaran mengendarai motor matic di malam hari, petugas sukses meringkus tiga orang begal, yakni Ipan Ardiansyah alias Gopal (24), M Ferdiansyah alias Popoy (17) dan Sopan Yohansyah alias Yoyo (21) di Jalan Perkebunan, Pulau Brayan, Medan Perjuangan.
Penyamaran ini dilakukan petugas setelah mempelajari cara main para pelaku yang kerap menargetkan korban perempuan. Kapolsek Medan Timur, Kompol M Arifin, mengatakan, setelah mendapat laporan korban tim Pegasus Polsek Medan Timur melakukan penyelidikan di lokasi kejadian. Namun setelah beberapa hari tim belum berhasil mengidentifikasi para pelaku. “Saya dan Tim Pegasus berpikir keras mencari cara untuk memancing para pelaku keluar dari persembunyiannya. Kita akhirnya mendapat ide untuk melakukan penyamaran dengan berperan sebagai emak-emak. Personel kita kenakan pakaian daster dan jilbab. Ternyata kerja keras dan rencana matang ini membuahkan hasil. Komplotan begal keluar dan berusaha untuk membegal personel yang menyamar,” jelasnya. (Merdeka.com)
Sebagai warga Medan, penulis berharap kepada Pemko dan Kepolisian untuk bersinergi dalam rangka menjaga dan meningkatkan keamanan. Segarang apapun penindakan dilakukan terhadap pelaku kejahatan jalanan tanpa diiringi dengan antisipasi/pencegahan tentunya tidak akan cukup untuk meredam aksi kriminalitas yang kian marak ini. Membangun pos-pos keamanan dan meningkatkan intensitas patroli di lokasi-lokasi rawan harus segera dilakukan sebagai tindakan pencegahan pertama. Selanjutnya tim pemburu begal yang ada di setiap Polsek harus “dihidupkan” kembali dan dimaksimalkan lagi perannya untuk terus berpatroli di malam hari. Intinya semakin sering polisi menggunakan kendaraan dinasnya untuk berpatroli, maka akan mempersempit ruang gerak begal untuk beraksi.
Di lingkungan masyarakat, Pemko Medan dapat memaksa camat dan lurah untuk menyisikan anggaran dan membentuk tim patroli keamanan yang dikomandoi oleh kepling setempat. Agar lebih efektif masukan petugas Satpol PP untuk aktif berpatroli menjaga keamanan di tingkat lingkungan. Pasalnya, ada banyak petugas ronda/satpam yang secara swadaya dibentuk dan dibayar warga, justru menjadi dalang dan turut membantu maling beraksi di lingkungan/komplek.
Walikota dapat memberi teguran kepada pejabat yang wilayahnya sering terjadi/rawan kejahatan jalanan, sehingga Pak Camat, Lurah dan Kepling akan bersungguh-sungguh bekerja untuk menciptakan rasa aman dan nyaman di wilayah kerjanya masing-masing. Dengan adanya sinegritas dan peran aktif seluruh pihak dalam menjaga keamanan mulai dari tingkat kecamatan, kelurahan dan lingkungan, diharapkan dapat mengurangi tingkat kejahatan jalanan, sehingga Medan tidak lagi dicap sebagai rumah begal.***
Penulis adalah alumni UMSU