Kasus Penuntutan Sapi Dihentikan Kejari Banggai Berdasarkan Keadilan Restoratif
Tersangka INT dan IPS menerima SKP2 kasus penadahan sapi di Kecamatan Toili Barat berdasarkan keadilan restoratif. (Foto: Dok. Kejaksaan Negeri Banggai)
Luwuk.Nuansapos.com – Didampingi Jaksa selaku fasilitator, Kepala Kejaksaan Negeri Banggai menyerahkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) kepada tersangka INT dan IPS berdasarkan keadilan restoratif, dalam kasus penadahan sapi di Kecamatan Toili Barat, Kamis (2/11) kemarin.
Dalam perkara penadahan yang dilakukan bersama-sama, sebut Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Banggai Firman Wahyuni, kedua tersangka melanggar pasal Kesatu Pasal 480 ayat (1) KUHPidana Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana atau Kedua Pasal 480 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Dimana saudara IGS, Sabtu (29/7) lalu, sekira pukul 11.00 wita mengambil 1 (Satu) ekor sapi milik saksi korban NB yang sedang diikat di pohon Sarit di Desa Pandanwangi, Kecamatan Toili Barat, Kabupaten Banggai.
“Sapi tersebut kemudian dititipkan oleh IGS kepada tersangka INT,” jelas Kasi Intel.
Lanjutnya, tersangka INT yang mengetahui bahwa sapi tersebut merupakan sapi curian, tersangka INT meminta kepada tersangka IPS untuk menjual sapi itu. Tersangka IPS kemudian sapi tersebut kepada saksi M dengan harga Rp 6.300.000 ribu.
“Akibat perbuatan tersangka, saksi korban NB mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp9 juta,” bebernya.
Penyerahan SKP2 tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana, yang telah menyetujui permohonan Kejaksaan Negeri Banggai terkait penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif pada hari Selasa tanggal 31 Oktober 2023.
Perkara ini dilakukan pemisahan (Splitzing), sehingga untuk perkara saudara IGS mengingat saksi korban NB tidak memaafkan, maka perkara IGS dilakukan penuntutan dalam berkas perkara terpisah di Pengadilan Negeri Luwuk.
Adapun pertimbangan dilakukannya penghentian penuntutan terhadap Tersangka INT dan IPS adalah yakni korban telah memaafkan para tersangka, para tersangka merupakan tulang punggung keluarga dan belum pernah dihukum, para tersangka juga menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi.
“Dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan ini, maka perkara tersebut tidak dilanjutkan lagi ke tahap persidangan,” pungkas Firman.
Pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative tersebut, dilaksanakan berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022, tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
(Yunai)