Mulanya Untung Rp 70 Miliar, Kini Garuda Rugi Rp 2,45 Triliun

    0
    871
    ilustrasi

    jakarta np – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk menyajikan kembali (restatement) perbaikan laporan keuangan tahunan (LKT) 2018 yang sebelumnya sempat terbukti bermasalah oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hasilnya, restatement LKT 2018 ‘tanpa polesan’ itu kini berubah drastis. Dari pembukuan untung sebesar USD 5,018 juta atau Rp 70 miliar, kini menjadi rugi sebesar Rp 2,45 triliun (kurs 14.000).
    Dalam restatement tersebut, maskapai pelat merah itu mencatatkan pendapatan usaha sebesar USD 4,37 miliar, atau tidak mengalami perubahan dari LKT tahunan sebelumnya. Namun, yang terlihat mengalami perubahan adalah sektor pendapatan usaha lain-lain yang terkoreksi dari USD 278,8 juta menjadi USD 38,8 juta.
    Terkoreksinya pendapatan sebesar USD 239 juta berasal dari pemutusan kerja sama antara PT Citilink Indonesia dan Mahata Aero Teknologi selaku rekanan penyedia jasa WiFi di pesawat. Pendapatan ini yang juga sempat ditolak oleh dua komisaris Garuda, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria.
    “Citilink Indonesia selaku pihak yang berkontrak juga telah mengirimkan surat kepada pihak Mahata Aero Teknologi terkait pembatalan kerja sama tersebut,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal dalam keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Jumat (26/7).
    Manajemen Garuda Indonesia memastikan bahwa restatement laporan keuangan laba rugi periode buku 2018 merupakan bentuk tindak lanjut perusahaan atas hasil putusan regulator terkait laporan kinerja keuangan perseroan. Dalam proses penyajian laporan restatement tersebut, pihaknya telah melaksanakan korespondensi dengan OJK dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan kesesuaian aturan dan prinsip compliance dalam penyajian laporan baru ini.
    “Penyajian ulang laporan keuangan ini tidak ada rasio-rasio yang dilanggar, dan penyajian ulang ini memperoleh pendapat Wajar Tanpa Modifikasian,” katanya.
    Selain restatement LKT 2018, manajemen Garuda Indonesia juga memperbaiki laporan keuangan perseroan pada kuartal-I 2019. Di lampiran restatement tersebut menunjukkan, emiten dengan kode GIAA itu membukukan laba bersih sebesar USD 19,73 juta atau Rp 275,8 miliar (kurs 14.000). Angka tersebut bisa dibilang membaik dibandingkan periode sama sebelumnya yang merugi USD 64,27 juta atau Rp 898 miliar.
    Menurut Fuad, kinerja positif Garuda Indonesia sepanjang kuartal I 2019 tidak terlepas dari membaiknya lini pendapatan layanan penerbangan berjadwal sebesar USD 924.93 juta atau tumbuh sebesar 11,6 persen dibandingkan periode yang sama kuartal I-2018 yang sebesar USD 828,49 juta. Yang paling signifikan, pendapatan usaha lainnya yang naik sebesar 27,5 persen dengan pembukuan sebesar USD 171,8 juta.
    Sementara itu, pada laporan restatement Garuda Indonesia pada periode kuartal-1 2019 tercatat mengalami sejumlah penyesuaian pada indikator aset menjadi sebesar USD 4,328 juta dari sebelumnya USD 4,532 juta. Adapun perubahan total indikator aset tersebut diakibatkan oleh penyesuaian pada pencatatan piutang lain-lain menjadi sebesar USD 19,7 juta dari sebelumnya sebesar USD 283,8 juta. Aset pajak tangguhan juga mengalami penyesuaian menjadi USD 105,5 juta dari sebelumnya USD 45,3 juta.
    “Kami optimistis hal tersebut berlanjut hingga kuartal I dan kuartal III, mengingat fundamental perseroan yang semakin membaik. Kami yakin dapat menjaga tren kinerja positif yang kami proyeksikan akan terus berlanjut hingga akhir tahun kinerja 2019,” tegasnya.
    Adapun peningkatan kinerja Garuda Indonesia turut didukung oleh program efisiensi dan effectiveness yang berkelanjutan, optimalisasi aspek cost structure, capacity adjustment pada produksi sesuai demand sehingga konsumsi fuel menjadi lebih terukur dan beban fuel expense juga dapat ditekan.
    Dalam penyajian restatement laporan keuangan ini Garuda Indonesia menunjuk Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO International), mengacu kepada aturan dan referensi regulator yang tetap memberikan ruang bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan untuk menyelesaikan proses audit restatement yang dimaksud.
    Sebagai informasi, kisruh LKT 2018 Garuda Indonesia bermula dari penolakan penandatanganan dua komisaris yang berasal dari PT Trans Air Ways, Chairal Tanjung dan Finegold Resources Ltd, Dony Oskaria. Mereka menolak piutang dari hasil kerja sama PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia pada 31 Oktober 2018 lalu dicatat sebagai pendapatan dalam laporan keuangan GIAA.
    Buntutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memutuskan LKT 2018 memang terdapat pelanggaran. OJK pun memberikan sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 100 juta kepada seluruh anggota direksi dan dewan komisaris PT Garuda Indonesia (persero) Tbk yang menekan laporan keuangan tersebut. Keputusan tersebut teregister dalam peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang laporan tahunan emiten atau perusahaan publik.
    OJK juga telah membekukan Surat Tanda Terdaftar (STTD) selama satu tahun kepada Kasner Sirumpea (Rekan pada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan) selaku auditor yang melakukan audit LKT PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk per 31 Desember 2018 atas pelanggaran pasal 66 UU PM jis. peraturan OJK nomor 13/POJK.03/2017.
    OJK telah memberikan perintah tertulis kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan (Member of BDO International Limited) untuk melakukan perbaikan kebijakan dan prosedun pengendalian mutu atas pelanggaran peraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017 jo. SPAP Standar Pengendalian Mutu (SPM 1) paling lambat tiga bulan setelah ditetapkannya perintah dari OJK.(jp)


    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here