Palu, Nuansapos.com – Akhir – akhir ini semakin banyak pihak yang memanfaatkan moment Festival Danau Poso (FDP) dengan menggunakan pakaian adat dan atribut orang Bada berhias untaian bulu ayam yang dalam bahasa Bada dikenal dengan sebutan Hiora.
Sayangnya pengenaan atribut seperti itu karena ketidakpahaman atau karena hanya ingin tampil supaya kelihatan cantik sehingga penggunanya lupa jika apa yang mereka kenakan itu ternyata salah bahkan dapat dinilai melanggar adat dan etika yang berlaku.
Demikian diungkapkan Yonathan Toki’i salah satu tokoh adat dan pelaku seni Sulawesi Tengah asal Bada yang juga ketua Umum Seniman Tampo Lore, Yonathan Toki’i yang pernah mewakili Indonesia dalam pertemuan Word Culture Forum mewakili Indonesia.
Menurut Yonathan, assesoris wanita berupa Hiora belakangan ini sedang naik daun dan menjadi trend bagi para wanita bahkan sedang di buru oleh para wanita dari luar pulau Sulawesi Tengah.
“Akhir – akhir ini semakin banyak orang yang menggunakannya, sayangnya mereka tidak paham apa itu Hiora. Sebenarnya Hiora adalah mahkota wanita yang di gunakan dalam acara perkawinan adat tO Bada dan
untuk menjemput tamu terhormat. Nah Hiora ini tidak boleh digunakan secara sembarangan karena dapat dinilai melanggar adat kami to Bada,” demikian ungkap Yonathan, Jumat (16/9/2022).
Lebih jauh diungkapkannya, Hiora sebenarnya terambil dari seekor burung bernama Hiora yakni spesis burung yang sangat langka dan pernah ada di Sulawesi Tengah.
Burung Hiora ini kata Yonathan tidak memiliki bulu yang panjang namun pada tubuhnya dihiasi bermacam-macam warna mewakili semua warna bulu burung yang ada di dunia.
“Cerita dari leluhur kami, burung Hiora memiliki bulu berwarna – warni, semua warna ada pada dirinya. Itulah kemudian yang menjadi simbol mahkota yang dikenakan oleh wanita bangsawan to Bada. Jadi sekali lagi saya minta supaya semua pihak bisa mengerti dan tolong untuk tidak salah saat menggunakannya,” pungkasnya.