“Harta kekayaannya terancam disita dan dikembalikan sebagai pengganti kerugian negara”
Poso NP – Mantan Kapol PP dan Damkar Kabupaten Poso, Sri Ayu Utami terdakwa pemotongan gaji honorer dan pembangunan Pos Damkar di pertigaan pintu gerbang ke wilayah Kelurahan Tentena, Kecamatan Pamona Puselemba dituntut 6 tahun subsider 6 bulan penjara serta dibebankan mengganti kerugian keuangan negara sebesar 800 juta rupiah yang jika tidak bisa dipenuhi akan ditambah 1 tahun penjara.
Untuk dakwaan itu, rumah atau harta benda terdakwa dapat disita sebagai pengganti kerugian keuangan negara.
Dalam dakwaannya JPU Yeski Wohan, SH mengatakan ada 2 hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa.
Yang pertama karena terdakwa tidak mengakui dan merasa bersalah atas perbuatannya sementara yang meringankan karena terdakwa belum pernah menjalani hukuman.
“Hal-hal yang memberatkan terdakwa karena terdakwa tidak merasa bersalah sementara hal-hal yang meringankan karena terdakwa belum pernah dihukum,” ungkap Yeski dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Ermawati pada persidangan yang di gelar di PN I Palu, Kamis (9/1) kemarin.
Usai pembacaan dakwaan, kepada dan pengacara oleh Majelis Hakim diberikan kesempatan untuk menyampaikan pembelaan pada sidang yang akan di gelar pada Kamis (16/1) pekan mendatang.
“Kepada pengacara diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan, terhadap saudara terdakwa juga bisa membacakan pembelaannya sendiri. Sidang akan dilanjutkan tanggal enam belas minggu yang akan datang,” ungkap ernawati seraya mengetuk palu persidangannya.
Terdakwa Sri Ayu Utami sendiri usai persidangan kepada Nuansa Pos tetap bersitegas mengatakan tidak merasa bersalah. Menurut dia apa yang didakwakan JPU tidak sepenuhnya benar.”Kalau melakukan pemotongan iya tapi itu kan dialihkan ke tenaga honorer lain dan atas persetujuan tenaga honorer itu sendiri sementara untuk pembangunan Pos Damkar di Tentena atas perintah bupati yang anggarannya dikumpul-kumpul dari dana sosialisasi atau dana lain yang tidak termasuk dalam anggaran khusus,” ujarnya.
Selain tidak merasa bersalah, dia juga menyesalkan tindakan Jaksa yang tidak menetapkan bendahara dinas sebagai salah satu tersangka padahal kata Utami justru bendaharalah yang lebih banyak tau tentang keuangan dan sebagai pihak yang paling banyak memainkan SPPD dan menyembunyikan keuangan Rp 300 juta sehingga membuat dinas yang saat itu dipimpinnya terpaksa berhutang.”Harusnya bendahara di seret sebab dialah yang paling tau soal keuangan dan SPPD,” sesalnya.
Sementara pengacara terdakwa, Mohamad Taufik D Umar, SH kepada Nuansa Pos mengatakan akan terus melakukan upaya-upaya hukum secara maksimal.Taufik juga meyakini tidak terjadi kerugian dalam perkara yang sedang di belanya tersebut.”Kami akan tetap mengupayakan pembelaan hukum secara maksimal apalagi selama persidangan JPU tidak mampu menunjukan dimana letak kerugian negaranya,” tegasnya.
Saat disinggung soal hitungan Inspektorat Poso atas kerugian negara langsung di sanggahnya. Menurut Taufik yang dapat menghitung terjadinya kerugian negara bukan Inspektorat melainkan Badan Pemeriksa keuangan (BPK).
“Yang memiliki kewenangan dan bisa menentukan terjadinya kerugian negara bukan Inspektorat melainkan Badan Pemeriksa Keuangan,” pungkasnya.
Kembali ke terdakwa Sri Ayu Utami yang kembali ditemui sebelum di jemput untuk di bawa kembali ke rumah tahanannya kepada Nuansa Pos berharap agar kasus yang menimpanya tersebut tidak terjadi kepada teman-temannya yang lain.
”Belakangan baru saya tau ternyata Inspektorat yang harusnya menjadi pembina justru merekalah yang melaporkan saya. Semoga hal serupa ini cukup saya yang mengalami dan tidak menimpa teman-teman yang lain,” ujarnya sambil menekukan sedikit kepalanya seraya tersenyum (NP05)