PARIGI MOUTONG NP – Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia dibawah 5 tahun (Balita) akibat kekurangan gizi kronis atau infeksi berulang, sehingga pencegahan Anak Kerdil atau Stunting harus memperbaiki gizi terutama diawali pada si ibu.
Hal itu disampaikan Bupati Parigi Moutong diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekretariat Daerah Kabupaten Parigi Moutong Drs Samin Latandu pada kegiatan Lokakarya Percepatan Penurunan Stunting tingkat Kabupaten Parigi Moutong, bertempat di Aula Bappelitbangda Parigi Moutong, Senin (22/7/19).
Kata Samin, agar anak tidak Stunting dari bayi harus diberikan makanan dan minuman yang bergizi terutama ibunya yang menyusui selama 2 tahun, dan pada fase umur 3 – 5 tahun makanan bergizi harus dipertahankan agar tidak terjadi kerdil atau kekeurangan gizi pada anak.
Menurutnya, pencegahan Stunting juga perlu dititik beratkan pada penanganan penyebab masalah gizi yang langsung maupun tidak langsung. Kata ia penyebab langsung mencakup kurangnya asupan gizi dan penyakit infeksi. Sementara penyebab tidak langsung mencakup 4 faktor yaitu pertama ketahanan pangan (akses pangan bergizi), kedua lingkungan sosial (pemberian makanan bayi, dan anak, kebersihan, pendidikan dan tempat kerja), ketiga Lingkungan Kesehatan (akses pelayanan preventif dan kuratif) serta faktor keempat lingkungan pemukiman (akses air bersih, air minum dan sarana sanitasi).
“Keempat faktor yang saya sebutkan tadi, jika diterapkan maka Stunting bisa dikendalikan dan pasti menurun,”imbuhnya.
Lanjut Samin, berdasarkan kajian Bank Dunia dan Kementerian Kesehatan bahwa pendekatan gizi yang terpadu dan konvergen yang mencakup semua layanan dasar sangat penting dilakukan untuk mencegah Stunting dan masalah gizi. Kata ia, sebagian besar ibu hamil dan anak berusia dibawah dua tahun (Baduta) tidak memiliki akses memadai terhadap layanan dasar.
“Berdasarkan kajian Bank Dunia, Hanya 28,7 persen dari baduta yang memiliki akses terhadap empat layanan dasar secara stimulan, umumnya mencakup akses terhadap akta kelahiran, air minum, sanitasi dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Lebih dari itu, hanya 0,1 dari ibu hamil dan Baduta. Olehnya itu diperlukan upaya mendorong cakupan semua layanan dasar secara terpadu atau konvergen agar percepatan pencegahan Stunting dapat berhasil,”ujarnya.
Dalam kegiatan Lokakarya itu menghadirkan pembicara pakar Stunting dari akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) yogyakarta sebanyak 5 orang. (NP2/Rilis)