Palu,Nuansapos.com – Tidak terima rekannya diintimasi polisi, sejumlah wartawan yang tergabung dalam lima organisasi mendatangi Mapolresta Palu, Selasa (14/3/23).
Kelima organisasi itu adalah Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulteng, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sulteng, Forum Jurnalis Perempuan Sulteng, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Palu.
Kedatangan para wartawan ke kantor polisi itu meminta klarifikasi mengenai tindakan intimidasi yang dilakukan oknum anggota Polresta Palu terhadap salah satu rekan mereka bernama Jumriani yang bekerja sebagai Reporter di Harian Sulteng.
Jurnalis perempuan berusia 21 tahun tersebut mendapat intimidasi via telepon dari Ps Kasubsi PIDM Humas Polresta Palu, Aiptu I Kadek Aruna usai menulis berita “Oknum Polisi Diduga Bekingi Tempat Prostitusi Berkedok Homestay di Palu”.
Dalam rekaman percakapan, Kadek mempertanyakan pertanggungjawaban berita serta menyebut Kapolresta Palu telah membuat laporan atas pemberitaan tersebut.
“Usai pemberitaan itu dimuat, teman kami mendapat intimidasi, cara-cara ini tidak dibenarkan. Kami anggap ini termasuk kekerasan sampai dia semalam menangis ketika diberitahu sudah disiapkan laporan,” kata Ketua IJTI Sulteng, Hendra, melalui rilis yang diterima redaksi media ini.
Pada kesempatan itu, pihaknya turut membawa surat pernyataan sikap dan menuntut sejumlah hal dalam menyikapi kasus Jumriani.
Pertama, meminta oknum polisi yang melakukan intimidasi menyatakan permohonan maaf secara langsung kepada reporter yang bersangkutan.
Kedua, oknum Polisi yang melakukan intimidasi mencabut pernyataannya dan mengakui bahwa tindakan tersebut menyalahi Nota Kesepahaman Dewan Pers dengan Polri.
Ketiga, oknum polisi meminta maaf secara terbuka kepada seluruh insan pers terkait perlakuan intimidasi yang dilakukan terhadap Jumriani.
Keempat, meminta penyelesaian sengketa pers berkaitan dengan pemberitaan sebagai produk jurnalistik sesuai mekanisme UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Adapun jika tuntutan ini tidak diindahkan, maka Polresta Palu dinilai tidak memiliki komitmen dalam menegakkan kebebasan pers dan perintah Kapolri yang telah menjalin kerja sama dengan Dewan Pers.
“Keluar bahasa bahwa berita ini ingin dilaporkan Kapolresta, artinya ingin memidanakan. Sementara menyangkut sengketa pers mekanismenya itu lewat Dewan Pers. Kami ingin meminta penjelasan apakah benar Pak Kapolresta memerintahkan seperti itu kepada anggotanya,” ujar Koordinator Divisi Advokasi AJI Palu, Agung Syumandjaya.
Mendengar hal itu, Kapolresta Palu, Kombes Barliansyah menegaskan tidak pernah mengintruksikan jajarannya untuk melapor balik terkait pemberitaan Harian Sulteng.
Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1996 itu tidak mengetahui bahwa Jumriani dihubungi anak buahnya hingga merasa terintimidasi akibat pemberitaan.
“Tidak ada, yang diperintahkan itu agar menuntaskan kasus pemukulan saat penggerebekan. Kemudian mengklarifikasi dari orang-orang yang berada di lapangan karena ini menyangkut institusi,” terangnya.
Di hadapan para wartawan, Barliansyah menyampaikan permohonan maaf atas perilaku menyimpang yang dilakukan anggotanya.
“Beliau (Kadek Aruna) anak buah saya, selaku pimpinan saya meminta maaf. Itu kesalahan saya, apapun yang dilakukan anak buah saya yang bertanggung jawab,” ucap Barliansyah.
Permohonan maaf juga diutarakan langsung Ps Kasubsi PIDM Humas Polresta Palu, Aiptu I Kadek Aruna kepada Jumriani.
“Sebagai nanusia biasa saya tidak luput dari khilaf. Dalam kesempatan ini saya memohon maaf,” kata Kadek.