JADI WIL lelaki tak bertanggungjawab, nasib Murni, 20, sungguh kasihan. Sering dibawa ke hotel untuk pelampisan belaka, tak dinikahi. Maka ketika terkena
zaria di hotel, Murni merayu petugas agar menikahkan dengan Haris, 30, yang selama ini jadi gendakannya. Bingungkan, Satpol PP dipaksa jadi penghulu.
Banyak memang lelaki yang punya WIL, tapi tak mau sekalian menjadikan istri kedua. Di samping poligami itu melanggar PP-10 untuk PNS, punya bini dua memang merupakan proyek padat modal, karena dua dapur jadi tanggungjawabya semua. Maka praktisnya, banyak lelaki yang hanya memuaskan aurat, tapi tak mau memberikan surat (nikah) resmi.
Murni warga Teluknaga Tangerang, adalah salah satu korban dan jadi ajang pelampiasan syahwat seorang lelaki petualang. Cowoknya, Haris, selama ini hanya mau menaiki, tapi ogah menaikkan status sebagai istri sah. Ironisnya, asal pengin Haris selalu mengajaknya ke hotel. Tambah ironis lagi, Murni juga tak mampu menolak ajakan kekasihnya tetsebut.
Sebetulnya Murni tahu bahwa Haris punya istri dan anak di rumah. Tapi dia sudah kadung sayang banget pada lelaki ini, sehingga ketika sidia mengancam akan memutus hubungan asmaranya, Murni selalu ketakutan. Padahal mustinnya kan bisa dijawab, “Enak aja main putus, memangnya saya PLN, tanggal 20 belum bayar rekening?”
Resikonya Murni hanya dijadikan budak seks oleh Haris. Asal dibawa ke hotel, lalu gusrak-gusrak sebentar, Haris pergi lagi, untuk datang kembali manakala rindunya sudah mengkristal seperti kemenyan. Cinta memang menjadikan orang sangat pemaaf. Begitu pula Murni, meski selalu disai-siakan Haris, dia tak berani protes.
Beberapa hari lalu kembali Murni diajak Haris ke hotel di Tangerang kota sekedar untuk sporing balansing sekaligus “ganti olie”. Tapi di kala kedunya terbenam dalam samodra asmara, eh hotel melati tempatnya kencan terkena razia Satpol PP. Dengan sigap Haris kabur, dan Murni dibiarkan sendirian.
Tapi Murni bukannya takut, justru merayu petugas agar sudilah kiranya menolong dirinya. Pada patugas yang bernama Agus, 35, ini dia merengek agar dinikahkan paksa bersama Haris. “Saya tahu rumahnya. Ayo kita ke sana, seret dia ke sini dan nikahkan dengan saya….,” kata Murni lancar sekali tanpa rasa takut.
Tentu saja sang Satpol PP bingung, wong Satpol PP kok dipaksa jadi penghulu. Padahal untuk menjadi Kepala KUA minimal harus bertitel Sag dan tahu kitab kuning. Sedangkan dirinya, jangankan baca huruf Arab gundul, baca yang pakai tesjid, kasroh, domah, fatah dan tanwin pun tidak ngerti. Maka jawab Agus kemudian, “Itu bukan urusan saya. Ayo kamu ikut saya ke kantor Satpol PP.!’ Dan Murni pun dengan menunduk lesu terpaksa mengikuti perintah petugas.
Lain kali kalau ketemu Haris, langsung saja kapruk sambel ya mbak!