Kapolda Sulteng Irjen Lukman Wahyu Hariyanto saat memberi keterangan kepada wartawan (Ft : Antara.com)
Palu NP – Tragis menimpa Saeful, anggota Subden 3 Batalyon A Pelopor Satbrimob Polda Sulteng berpangkat Baharatu yang ditugaskan dalam operasi Tinombala mengejar teroris di Desa Salubanga, Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi, Sulawesi Tengah.
Dia tewas setelah terkena terjangan peluru panas dari moncong senjata teroris MIT pimpinan Ali Kalora yang terjadi pada Jumat (12/11) pekan lalu.
Autopsi medis dan forensik yang diperkuat Kapolda Sulteng, Irjen Pol. Lukman Wahyu Hariyanto menyebutkan, Saeful terkena tembakan menembus bagian leher belakang dan bagian perut. Dua luka itu yang bikin korban akhirnya meninggal dunia.
Penyerangan terhadap Saeful itu bermula pada siang saat korban dalam perjalanan kembali ke Posko usai mengikuti sholat Jumat di sebuah masjid yang jaraknya sekitar 400 meter dari markasnya.
Sempat terjadi baku tembak antara aparat dari Satuan Tugas Tinombala dan sejumlah terduga teroris itu. Jarak antara Pos dan masjid yang relatif jauh membuat kelompok Ali Kalora itu dengan mudah berpencar kemudian melarikan diri dan kembali ke wilayah hutan yang selama ini dijadikan sebagai tempat persembunyiannya .
”Jaraknya antara masjid itu kurang 400 meter yah, akhirnya anggota juga baku tembak, diberondong mereka lari. Pasti Ali Kalora,” ujar Lukman.
Setelah insiden penyerangan terduga teroris itu, aparat kepolisian memperkuat tim di lokasi kejadian. Jenazah Saeful yang telah berhasil di evakuasi sudah diterbangkan ke tempat lahirnya di Pandeglang Banten untuk disemayamkan disana.
Penyerangan teroris anggota MIT pimpinan Ali Kalora itu sendiri terjadi sekitar 2 minggu setelah Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan bahwa Polri akan memperpanjang masa Operasi Tinombala hingga akhir Desember 2019.
“Polri, berdasarkan perkembangan situasional, (memutuskan) memperpanjang masa operasi ini sejak 4 Oktober 2019 hingga 31 Desember 2019,” kata Kombes Asep Adi Saputra, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (28/11) atau sekitar 2 pekan bulan kemarin.
Terkait pergerakan terorisme di Sulawesi Tengah sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 2000an yang mula-mula dipimpin salah satu warga Poso bernama Santoso alias Abu Wardah. Dalam perjalanan aksinya Santoso yang saat itu sedang bersama tangan kanannya Basri pada 18 Juli 2016 akhirnya tewas dalam sebuah operasi militer sehingga pergerakannya kemudian digantikan Sabar Subagyo alias Daeng Koro yang kemudian juga tewas diberondong petugas di Desa Pangi, Kecamatan Parigi Utara, Kabupaten Parigi Moutong tanggal 3 April 2015 silam.
Pergerakan selanjutnya akhirnya diteruskan oleh kelompok pimpinan Ali Ahmad atau Ali Kalora yang pada Jumat pekan lalu melakukan serangkaian penyerangan terhadap aparat yang mengkibatkan 1 anggota Brimopda Sulteng bernama Saeful tertembak dan meninggal dunia.
Aksi serang dan baku tembak antara pihak teroris dan aparat bersenjata TNI/Polri seperti ini sebenarnya bukan baru kali ini saja terjadi namun sudah beberapa kali yang juga ikut menewaskan kelompok dari kedua belah pihak masing-masing.Belum diketahui kapan kelompok ini baru bisa dituntaskan namun dari keterangan Kapolda Sulteng diketahui jika jumlah teroris yang tersisa dan terus di buru oleh aparatur negara itu tinggal berjumlah 9 orang saja. “ Masih ada Sembilan orang DPO pelaku teror yang sedang dikejar Tim Operasi Tinombala,” kata Kapolda Sulteng Irjen Pol Lukman Wahyu Hariyanto beberapa waktu lalu (NP05)