“Pembongkaran jembatan Pamona awal kematian hak masyarakat atas kehidupan dan budayanya”
Tentena NP – Jembatan Pamona sebagai ikon dan simbol budaya Mosintuwu to Poso Pamona pada Selasa, (19/11) di bongkar penguasanya.
Pembongkaran yang sebelumnya sempat mendapat perlawanan dari warga yang tergabung dalam forum bernama Aliansi Penjaga Danau Poso (APDP) disaksikan langsung oleh orang yang sebelumnya mereka pilih sendiri yakni, Bupati Darmin Sigilipu.
Pembongkaran yang dilakukan sejak pukul 09.00 hingga petang hari itu diwarnai dengan Ritual Megilu yang dalam bahasa Pamonanya berarti mengaduh atau mengeluh.“Pemaknaannya sebenarnya bukan hanya sekedar mengeluh atau mengadu melainkan meminta pembelaan pada sang Pencipta langit dan bumi,” jelas salah satu Anggota dan Tetua aliansi Pdt. Yombu Wuri, S.Th kepada Nuansa Pos yang menghubunginya Selasa (19/11) kemarin.
Megilu atau permohonan kepada Sang Pencipta dalam konteks pembongkaran jembatan Pamona yang dimaksudkan untuk memuluskan MoU antara Darmin Sigilipu dan PT. Poso Energy sebagai pihak ketiga untuk pembangunan waduk listriknya di seputar Danau Poso itu sendiri. Menurut Yombu sebelumnya sudah dilakukan lewat berbagai usaha yang intinya meminta kebijakan dan mengajak Darmin sebagai Kepala Pemerintah Daerah Poso serta meminta ketegasan kepada pihak Legislatif dan Perusahaan PT. Poso Energy untuk berdialog bersama.
Namun upaya itu ternyata tidak berhasil, semua pihak tidak bersedia mendengarkan Pegilu atau permohonan aliansi tersebut.
Senada dengan Yombu, Koordinator Lapangan (Korlap) APDP, Hajai Ancura juga menyebutkan hal yang sama. Kepada Nuansa Pos disebutkannya APDP sudah melakukan berbagai pendekatan kebudayaan dan dialog agar suara mereka didengarkan baik melalui hearing atau dengar pendapat bersama DPRD, mengirimkan surat langsung ke Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), melakukan somasi termasuk melayangkan Petisi dan aksi budaya.
Namun sama halnya seperti yang dikatakan Yombu Wuri, permohonan itu tidak didengarkan.
Ritual Megilu yang dilakukan APDP kemarin itu sendiri dirangkai dalam bentuk doa yang dibahasakan dalam bahasa asli Pamona yang dilakukan secara berganti-gantian disertai air mata dan isak tangis kepedihan yang ikut didengarkan oleh warga sekitar dan mereka yang mau di bayar untuk membongkar jembatan tersebut.
Seperti yang telah dilansir Nuansa Pos sebelumnya, pembongkaran jembatan Pamona itu secara tidak langsung telah membuka celah bagi PT. Poso Energy melakukan pengerukan dasar sungai Danau Poso sebagai satu-satunya cara untuk pembangunan waduk penambah daya listriknya di areal tersebut.
Untuk memuluskan rencana tersebut kepada warga Pemerintah Daerahnya selalu berdalil dan mengatakan bahwa pengerukan itu dimaksudkan untuk kepentingan wisata air yang nantinya akan dinikmati oleh warga itu sendiri.
Namun sayang dalil yang dipakai Pemerintah Daerah dan sejumlah ujung tombaknya itu sangat diragukan kebenarannya sebab hal serupa sudah pernah terjadi dan diingkari, salah satu buktinya adalah objek wisata air terjun Sulewana yang saat ini sudah dimanfaatkan oleh perusahaan dan tidak dapat lagi dinikmati oleh masyarakat lokal maupun internasional.
Serupa dengan pembangunan 2 patung ‘tak jelas’ di pintu gerbang Tentena yang sebelumnya banyak ditentang masyarakat namun tetap diresmikannya demikian pula dilakukan bupati terhadap pembongkaran jembatan Pamona yang juga banyak ditentang masyarakat itu.
Pembongkaran jembatan itu juga ikut disaksikan dan diawasi langsung Bupati Poso, Darmin Sigilipu dengan cara menggandeng Kapolres Poso, AKBP Darno, Dandim dan sejumlah pejabat teras yang ada di Poso.
Para pejabat itu walaupun hanya berjarak sekitar 200 meter dari lokasi APDP melakukan megilu dan mendengarkannya namun hingga akhir ritual megilu selesai tidak bersedia menemui APDP yang sebagian besarnya terdiri dari para Tokoh dan Tetua Adat Pamona.
Hadirnya para pejabat teras Poso dalam pembongkaran simbol budaya tersebut oleh APDP dianggap sebagai simbol dukungan resmi atas penghilangan simbol sejarah mosintuwu orang Pamona.
Seperti yang telah di uraikan di atas, pembongkaran jembatan Pamona ini sebenarnya hanya untuk memperlancar rencana pengerukan yang dapat dipastikan berpotensi merusak ekosistem sungai Danau Poso.“Pembongkaran jembatan adalah awal dari kematian hak masyarakat atas kehidupan dan budaya,” ungkap Ketua Adat Pamona, Christian Bontinge yang juga adalah anggota APDP.
Ritual Megilu seperti ini masih akan terus dilakukan hingga 7 hari kedepan yakni sejak tanggal 19 hingga 25 November 2019 yang dilakukan masing-masing selama satu jam lamanya di tepi Danau Poso. “Ritual megilu ini akan dilakukan selama 7 hari ke depan,” jelas Korlap APDP, Hajai Ancura.
Sekedar diketahui, awal pembongkaran jembatan Pamona yang dilangsungkan Selasa (19/11) itu telah membawa 1 korban jiwa dari seorang pekerja yang bersedia di bayar.
Penelusuran Media ini korban tersebut masih sekampung dengan Bupati Darmin Sigilipu yakni dari Desa Peura, Kecamatan Pamona Puselemba bernama Jhon Lisa Mbalowi.
Insiden itu terjadi sekitar pukul 10.20 WITA.
Saat ini pekerja yang terjatuh dari atap jembatan itu sedang dirawat intensif di Rumah Sakit Umum Sinar Kasih Tentena.
Korban mengalami luka sobek di bagian pelipis kiri dan keseleo pada lengan kirinya (NP05/APDP)